Bayu Aji Puspawan: Raih Sarjana Tanpa Cahaya

Mengalami kebutaan total sejak usia delapan tahun ternyata tidak membuat mahasiswa Ilmu Komunikasi UNY Bayu Aji Firmawan berkecil hati. Dia berhasil meraih gelar Sarjana di Universitas Negeri Yogyakarta dalam waktu tiga tahun enam bulan dan meraih IPK 3,83. Kuncinya, kata Bayu, jangan banyak mengeluh!

Bayu mengisahkan sejak lahir dirinya sudah mengalami gejala gangguan penglihatan. Beragam terapi sudah pernah dilakukan namun gejala low vision yang tampak sejak lahir terus menguat hingga akhirnya dia kehilangan penglihatan total pada 2010 silam.

Meskipun hidup dalam keterbatasan, orang tua Bayu menolak memasukkan Bayu ke SLB. Sejak kecil dia memang menunjukkan bahwa dirinya memiliki kecerdasan yang baik dan mampu bersaing secara akademik dengan anak sebayanya. Upaya kuat orang tua Bayu agar anaknya bisa sekolah di sekolah umum tercapai. Tidak hanya mampu bersekolah di sekolah dasar negeri, Bayu bahkan sempat menjuarai sejumlah kompetisi akademik saat SD dan membuktikan bahwa dia mampu mengikuti pelajaran dengan baik.

Perjuangan Bayu dan orang tuanya untuk dapat belajar lebih banyak tidak selamanya mulus. Dia sempat ditolak bersekolah di beberapa sekolah lanjutan karena kondisi fisiknya. Namun upaya dan semangat dari lingkungannya selalu berhasil membuat Bayu mampu mendapatkan sekolah yang menerima keadaannya.

Menikmati Kuliah

Selepas jenjang SMA, Bayu memutuskan untuk masuk ke Ilmu Komunikasi UNY. Dia tak gentar menghadapi fakta bahwa saat itu persaingan untuk masuk ke Ilmu Komunikasi UNY sangat ketat. Sebagai gambaran, pada 2020 Ilmu Komunikasi UNY merupakan prodi Sosial Humaniora dengan peringkat keketatan tertinggi kelima pada SBMPTN 2020 secara nasional. Bayu pun berhasil bersaing dengan 2.587 pendaftar lain untuk mengamankan satu dari 32 kursi yang tersedia di jalur SBMPTN.

“Kenapa UNY? Karena saya mempertimbangkan lingkungan UNY yang suportif. Dosen-dosen yang mengampu perkuliahan tidak pernah ada mempertanyakan kemampuan saya untuk mengikuti pembelajaran dan itu membuat saya termotivasi,” kata dia.

Dia mengaku terbantu karena saat dia masuk perkuliahan terpaksa dilakukan secara daring karena Covid-19. Hal itu membuat dia lebih mudah mengikuti perkuliahan karena semua materi disampaikan melalui perangkat komputer yang memudahkannya mengakses informasi yang muncul. Ketika perkuliahan kembali normal pun dia masih mampu mengikuti berkat perkembangan teknologi pembaca layar yang semakin canggih.

“Kendalanya paling kalau harus mengutip buku yang tidak ada versi digitalnya. Namun dosen biasanya memberikan ruang untuk mengeksplorasi topik serupa dari sumber alternatif, jadi saya bisa mencari buku digital,” kata dia.

Keuletan dalam menjalani perkuliahan ini ternyata juga membawa Bayu beberapa kali meraih prestasi termasuk memenangi kompetisi esai mahasiswa. Selain itu dia juga aktif menulis secara profesional untuk keperluan search engine optimization.

Kerja kelompok pun menurut Bayu tak jadi soal. Meskipun dia tak bisa berkontribusi dalam aspek yang mendukung kemampuan visual, dia bisa menyarikan sumber-sumber akademik yang membantu kerja kelompok. Dia pun mengaku beruntung teman seangkatannya juga selalu mendukungnya untuk terus berusaha.

Setelah meraih gelar sarjana dan akan diwisuda pada 25 Mei 2024 mendatang, Bayu menyatakan bahwa perkuliahan pada dasarnya adalah tantangan untuk terus mengasah kemampuan diri. Dia pun berpesan kepada rekan mahasiswa lain yang mengalami keterbatasan fisik untuk pantang menyerah.

“Difabel harus terbuka dengan kondisinya namun jangan menjadikan keadaan sebagai alasan. Kita juga harus konsisten dengan pilihan yang sudah diambil. Tidak perlu banyak menuntut dan menyalahkan keadaan, yang penting terus berusaha,” pungkasnya.

Tags: